CORETAN SANG PEJUANG
Oleh
: Nafi Sakila*
Senang, sedih,
sulit, mudah, tertawa, menangis, begitulah yang dirasakan setiap orang dalam
menjalani hidup. Hidup hanya memberikan kita waktu untuk membuat pilihan.
Pilihan yang telah ditetapkan bisa berisiko baik ataupun buruk. Baik ataupun
buruk akan kita rasakan dalam kehidupan seiring berjalannya waktu.
Aku adalah wanita
kelahiran Bukit Lima, Perdagangan. Aku dibesarkan oleh orang tuaku dirumah
perkebunan. Pihak perkebunan meminjamkan rumah jika bekerja di lokasi
perkebunan tersebut. Saat itu aku disekolahkan enam tahun di SD Negeri. Aku
anak pertama dari dua bersaudara kandung. Adikku lebih muda dua tahun dari
usiaku. Saat aku kelas 3 SD, ayahku telah meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Waktu itu almarhum sakit usus buntu yang telah parah. Dulu ia orang yang susah
sekali untuk mengecek penyakitnya, ia selalu menahan sakit perut yang telah
dideritanya, hingga ia tidak kuat lagi untuk menahannya dan langsung opname di
rumah sakit selama seminggu setelah operasi dilakukan. Tapi, takdir telah
begitu cepat untuk memisahkan kami dengannya. Saat itu juga ibukulah yang
menjadi tulang punggung keluarga, mencari makan, mendidik, dan mengasihi
anaknya sendirian. Kepergian ayahku telah mengubah semua keadaan. Ibuku bekerja
sebagai honor di koperasi perkebunan. Dengan begitu sebagai anak yang paling
besar aku punya impian yang kuat untuk membahagiakannya sewaktu aku sukses
nanti.
Tiga tahun setelah
kepergiaannya ibuku menikah lagi dengan seorang duda beranak dua, anaknya
berusia dua tahun diatasku , dan dua tahun dibawahku, yang saat itu tinggal
satu kampung dengan kami. Keputusannya untuk menikah lagi telah disepakati oleh
seluruh keluarga. Aku akan senang jika ibuku senang dengan keputusannya. Saat aku
lulus kelas 6 SD, ibuku menikah secara resmi. Dan sekarang telah dikarunia 2
orang anak, yang menjadi adik
laki-lakiku. Setelah pernikahan ibuku, aku diajak tinggal bersama kakaknya
ibuku untuk sekolah disana. Setelah aku menamatkan diri dari MTs, ibuku tidak
bekerja lagi sebagai honor koperasi. Bapaklah yang mencari nafkah, bekerja
sebagai buruh yang gajinya pas-pasan. Aku berfikir tidak selamanya akan tinggal
di perkebunan. Setelah pensiun nanti pasti harus ada tempat yang dapat dihuni.
Saat itu aku mulai berfikir maju untuk orang tua dan adik-adikku. Aku harus memberikan rumah untuk mereka. Yang
bisa aku lakukan adalah belajar sungguh-sungguh, agar cita-cita yang selama ini
aku impikan dapat tercapai dan membalas mereka yang telah mendukung penuh.
Biaya sekolah yang
semakin lama semakin tinggi, membuatku untuk lebih bersikap dewasa, karena
masih banyak adik-adikku yang sekolah. Ternyata Allah itu tidak tidur, Allah
mendengar doa hambanya. Saat itu aku sama sekali tidak ada fikiran untuk
sekolah disitu. Guru MTs ku menawarkan bahwa ada boarding
school di Medan yang dibiaya secara gratis untuk anak yang keterbatasan
ekonomi. Tapi punya keinginan kuat untuk belajar. Guruku menyarankan aku untuk
mengikuti seleksi penerimaan murid SMA disana. Mulai dari tes potensial
akademik, tes matematika dan IPA, tes kesehatan, dan survei rumah. Hingga pada
akhirnya aku lulus di SMA tersebut. Yayasan berharap kepada kami agar bisa
menuntut ilmu setinggi-tingginya. Mereka berharap agar kami bisa kuliah dan
pada akhirnya akan mengubah kehidupan untuk semakin membaik kedepannya. Sebelum
dari itu, mereka membantu kami untuk belajar, lulus SMA dan melanjutkan ke
perguruan tinggi negeri dengan cara yang baik dan semestinya. Sekolah yang
membantu kami memperkenalkan dan mempersiakan yang perlu dipersiapkan oleh
sekolah untuk mengikuti program beasiswa nasional yang disebut bidikmisi.
Program ini untuk seluruh anak indonesia yang mempunyai beban ekonomi untuk
kuliah.
Setelah aku
menamatkan diri dari SMA, aku mencoba untuk mengikuti pendaftaran SNMPTN.
Ternyata hasil nilai akademikku tidak berujung baik. Aku dinyatakan tidak lulus
SNMPTN. Ada perasaan kecewa saat itu, tapi selalu ada yang memotivasi untuk
belajar lebih giat lagi karena masuk ke perguruan tinggi bukan hanya melalui
jalur SNMPTN saja, tapi masih ada jalur SBMPTN. Hingga pada akhirnya aku juga
mengikuti seleksi perguruan tinggi melalu jalur SBMPTN. Tidak mau kecewa lagi
seperti sebelumnya, dinyatakan tidak lulus. Kini harus membuat target belajar,
karena jalur SBMPTN diadakan secara tertulis dengan kemampuan sendiri. Dan
bersaing dengan seluruh anak indonesia diberbagai daerah.
Tanggal 8 Juli
2013, perasaan kacau balau yang diliputi suasana menegangkan. Berdebar hati ini
menunggu pengumuman yang sudah lama aku nantikan. Aku terus mencoba meyakinkan
diri dan berfikir positif lulus SBMPTN 2013. Aku sudah membayangkan betapa
bahagianya aku dan orang tuaku ketika tahu bahwa aku lulus SBMPTN. Rasa yang
tidak dapat terdeskrispsikan dengan jelas. Waktu itu aku tidak punya nyali
untuk membuka situsnya sendiri, sehingga meminta bantuan kepada guruku untuk
membukanya, saat itu pula aku mengetahui bahwa aku lulus SBMPTN dan diterima di
Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian. Pengorbananku selama ini telah
tergantikan dengan kabar yang telah aku
dapatkan. Persiapan sebelum ujian telah aku siapkan sebisa mungkin aku
melakukannya. Belajar lebih keras dari yang biasa aku lakukan, tidur lebih lama
dari yang biasa aku lakukan. Dan tak lupa juga doa yang tiada henti-hentinya aku
utarakan. Usaha tanpa doa hasilnya adalah nol, doa tanpa usaha hasilnya juga
nol, doa dan usaha harus dilakukan secara bersama, walaupun keberuntungan itu
selalu ada dalam setiap kehidupan.
Bersyukur sudah
bisa masuk ke perguruan tinggi negeri, walaupun tidak mencapai pada pilihan
pertama ataupun kedua di Institut Pertanian Bogor. Di dalam hati kecil ini
berkata lulus pada pilihan ketiga Universitas Sumatera Utara merupakan pilihan
yang terbaik yang telah ditetapkan. Kita harus menikmati
hidup selama masih memilikinya dan terus belajar untuk bersyukur dengan keadaan
saat ini. Jangan pernah mengeluh atas yang telah didapat, karena belum tentu
pilihan yang kita inginkan akan baik selamanya untuk diri kita. Hidup terlalu
singkat jika kita hanya menyesal. Hidup hanya sekali, namun jika digunakan
dengan baik, sekali saja cukup.
Seiring
berjalannya waktu, aku mendapat kabar baik bahwa aku diterima sebagai mahasiswi
BIDIKMISI. Aku adalah salah satu dari sekian ribu orang yang beruntung,
mendapatkan keringanan biaya untuk kuliah. Rasa syukur yang diiringi oleh
tetesan air mata bergelimang membasahi pipiku. Kalau dibayangkan aku tidak
lulus BIDIKMISI, terdapat harapan kecil untuk pernah merasakan bangku kuliah.
Dengan adanya BIDIMISI sudah banyak membantu orang-orang yang ingin kuliah tapi
terbatas oleh beban ekonomi. Walaupun sebenarnya kita tahu bahwa biaya kuliah
memang cukup besar. Sebagian orang mencemooh “Buat apa perempuan kuliah, kan
ujung-unjungnya didapur juga”. Walaupun begitu, hal itu sama sekali tidak
berpengaruh terhadap impianku, aku menolak perkataan orang lain, aku tetap pada
pendirian awalku bahwa pendidikan itu penting. Walaupun sebenarnya pendidikan
itu tidak selamanya berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang. Dengan kuliah
kita lebih banyak melahirkan keinginan baru untuk yang masa akan datang.
Walaupun
aku telah diringankan dalam hal biaya, bukan berarti aku seenaknya
mempergunakan uang yang telah diberikan. Aku mempunyai tanggung jawab yang
besar untuk Indonesia ke depannya. Sebagai balasan yang telah diberikan Indonesia
untuk aku dan teman-teman se-Indonesia bahwa kita harus belajar dengan gigih,
meraih prestasi setinggi-tingginya karena Negara Indonesia akan menunggu karya
dan pengabdian kita menuju masa
kejayaannya. Kita harus berjuang hingga titik darah penghabisan untuk
mengurangi kemiskinan sebagaimana yang telah kita alami sebelumnya di masa yang
silam dan untuk memajukan Indonesia dari
ketertinggalan kita terhadap negara maju lainnya. Hanya dengan itulah kita
dapat menjadi putra-putri terbaik untuk mengubah jalannya sejarah hingga negeri
ini akan terus bergerak maju menuju Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Saat
ini aku sudah merasakan kuliah selama dua tahun lebih. Sekarang aku sudah
berada di semester 5. Kuliah itu memang melelahkan, tapi aku yakin rasa lelah
nanti akan hilang dengan kabar akan kesuksesan nanti kedepan. Selama kuliah ini
aku berusaha untuk berfikir lebih mandiri lagi mecukupi kebutuhan sendiri tanpa
mengharapkan penghasilan orang tua. Saat ini kekurangan dana dari BIDIKMISI aku
cukupi dengan mengajar les privat. Aku mengajar sambilan sewaktu ada jadwal
kosong. Mungkin agak ribet, tapi dimana ada keinginan pasti ada jalan. Jangan
pernah mengeluh atas apa yang telah didapat. Dibalik ini semua pasti ada
hikmahnya. Untuk tumbuh menjadi orang besar nanti memang perlu pengorbanan.
tidak mudah seperti kita membalikkan telapak tangan. Harus merasakan sakitnya
dulu, baru terasalah senangnya.
Aku mempunyai harapan dan keinginan untuk berhasil
memajukan keluarga, bangsa, dan negara dari keterpurukan. Mungkin saat ini aku
belum bisa untuk mewujudkannya. Suatu saat nanti aku serta teman-teman
seperjuangan akan mewujudkan harapan itu. Dimanapun kita berada saat ini,
jangan pernah takut untuk menjadi anti mainstream. Karena dimana ada tujuan
baik, maka keberhasilan menghampiri kita meskipun harus melalui bertubi-tubi
masalah terlebih dahulu. Masalah adalah tanda kehidupan. semakin banyak masalah
yang kita miliki, kita akan semakin hidup.
EmoticonEmoticon