Pagi itu perasaan nya seperti
isi botol minuman soda yang di kocok 15 kali, bercampur baur tiap gas yang mendesak
untuk meletus dan tumpah ruah, seperti sebuah gunung merapi yang akan mengeluarkan
larvanya itulah yang di rasakan nya ketika hendak menginjakkan kaki kembali di
tanah kelahiran nya. Di dalam bus ia
sengaja membuka jendela dan membiarkan angin masuk mengitari seluruh sudut ruangan bus, dia mendongakkan sedikit kepala keluar
sambil mendengar apa yang ingin di bisikkan
kampung kepadanya desiran angin yang halus, suara kicauan
burung yang merdu membuat gadis remaja ini ingat akan masa
kecilnya, sambil menutup mata dan menghirup udara segar tercium aroma
batang padi yang baru di sabit,
terlihat ibu-ibu berjalan di tepi jalan sambil membawa ember besar di kepala nya berisi kain kotor yang hendak di cuci di bibir sungai,
terlihat juga anak-anak
sekolah yang berjejer di
pinggir jalan hendak berangkat ke sekolah semakin mengingatkan dirinya akan
masa lalunya.
Liburan kali ini sudah di
rancangannya dengan matang "jadwal libur kali ini harus bisa pulang kampung" Ujar seorang gadis remaja
dalam hatinya, agar bisa berjumpa dengan keluarga nya seraya beristirahat sementara dari kesibukannya
menjadi seorang mahasiswa di negri metropolitan itu. Saat tiba di rumah, gadis itu mengucapkan
"Assalamu’alaikum" Sambil
mengangkat tangannya untuk memegang
gagang pintu, Baru saja ia hendak memegang gagang pintu itu, kain jendela
terkuak sedikit terdengar suara
langkah mendekati pintu seraya menjawab salam "wa'alaikumussalam"
Seeeekk pintu pun terbuka Terlihat
pemuda yang dulunya kecil imut dan sangat manja sekarang sudah dewasa dan memiliki badan bak abang-abang yang sudah
dewasa "Hah kakak, buuu kakak
sudah pulang buu" Ujarnya
dengan nada senang sambil membawakan barang bawaan gadis itu. dia adalah adik nya si gadis remaja
itu Fahri namanya, sekarang sudah duduk di bangku SMA.
Setelah melangkah kan kaki ke
dalam rumah, ada seorang wanita cantik memakai daster coklat bercorak bunga bunga kecil, dengan
senyuman manisnya berlari ke arah gadis itu seraya memeluk nya "yaa Allah putri kecilku sudah
pulang ternyata" Ujarnya, ternyata ia adalah ibu dari si gadis itu, gadis itu pun memeluk erat bidadari syurga nya itu "Uti rinduuu
kali sama ibu"
Ujarnya, ibu nya menyambung
perkataan gadis kecilnya itu sambil merangkul bahu nya "Uti pasti capek kan? Udaah istirahat sejenak dulu di kamar sambil menunggu masakan ibu
selesai yaah" Ujar ibu kembali "siap bidadari
ku" Jawab gadis remaja itu.
Kemudian ia masuk ke kamar yang
dulunya adalah tempat favorit nya, sambil membuka jendela terpapar
jelas pemandangan alam dari jendela kamarnya, hempasan
suara ombak yang pecah di bibir pantai
membuat angin
sepoi-sepoi menari-nari di atasnya, di siang hari terlihat awan putih indah terukir di atas langit biru, di kala sore langit
nya memerah Oranye di siram sinar terakhir matahari sebelum karam ke barat.
Sambil memandang pemandangan
indah itu tercium aroma khas dari
masakan ibu nya yang membuat ia terseret untuk pergi ke dapur
"Bruupupbruupp" terdengar suara perut dari gadis remaja itu "Perut utii keroncongan ni bu, ibu masak apa hari ini" Ujarnya sambil tertawa
dan memegang perutnya
yang kosong itu. Uti adalah panggilannya di rumah yang artinya kakak. "Ibu lagi masak daun ubi tumbuk sama ikan tongkol goreng balado
kesukaan kalian" Ujar ibu kembali, waktu bagaikan berhenti sejenak ketika melihat ibu yang tak muda
lagi tersenyum manis bahagia sambil menata masakannya di meja makan, "Waah Alhamdulillah akhirnya bisa makan ubi tumbuk sama tongkol balado
masakan ibu lagii"
Ujar uti sambil menggeser kursi untuk di duduki di meja makan "Oh
iyaa papa mana buu" Tanya uti "Papa lagi lari pagi di pinggir
pantai, tunggu aja yaa, bentar lagi papa pulang kok itu" Tak lama
setelahnya, terdengar suara yang sangat di kenal nya dari luar
"Assalamu'alaikum papa pulaang" Terdengar
suara dari luar, spontan uti pun lari ke depan pintu mendengar
suara cinta pertama
nya pulang "Siapa yaa" Ujar uti dengan
suara nada bapak-bapak tua dengan maksud ingin bercanda dengan papa nya, mendengar itu papa nya langsung
terkejut dan tersenyum dia tau kalo yang biasanya bercanda menggunakan nada suara bapak-bapak tua adalah
putri kecilnya "Ini saya mau
ngantar paket mba" canda papa kembali dengan
nada bapak-bapak tua seperti yang di lantunkan
uti tadi. Sambil tertawa uti membuka
pintu dan berlari memeluk cinta pertamanya itu "Papaaa uti rindu kalii
sama papa" "Papa juga nak"
Ujar papa sambil mengelus ngelus kepala putrinya
itu.
Mereka berdua bergandengan
tangan menuju meja makan berisikan makanan kesukaan nya yang sudah di masak ibu, ternyata adiknya Fahri
dan ibu pun sudah berada di meja makan menanti uti dan papa nya untuk makan bersama, Suasana hangat terasa sekali di
bundaran meja makan itu suasana nya sangat
berbeda dengan suasana kos uti yang biasanya sunyi dan makanannya pun semua nya
serba instan sangat berbeda dengan
rumah nya yang kalau setiap pagi di seduhkan teh hangat dan masakan khas ibu yang di siapkan setiap pagi.
"Nanti setelah makan
kita siap-siap ke sawah yaa insyaa allah hari ini kita sudah bisa panen"
Ujar ibu di meja makan. "yeey akhirnya bisa ikut panen juga,
uti udah rindu kali panen padi di kampung Buu"
Saut uti kembali dengan nada gembiranya, Sesampainya disawah terlihat
bulir-bulir padi yang sudah
menguning, rona kuning nya memikat senyum berharap panen kali ini berlimpah.
Uti dan fahri di tugaskan
ibu untuk menyabit
padi sementara ibu dan papa menyiapkan tikar padi lebar
yang nantinya untuk tempat padi yang sudah di sabit.
Waktu demi waktu mereka lalui
bersama, walau keringat deras
bercucuran jatuh membasahi sekujur
badan tidak ada kata malas dalam mengolah sawah demi mencapai keberkahan hidup,
saat memanen padi terik matahari menyengat bagai membakar penyabit padi pada saat itu tapi semua itu
bisa di tahan oleh setiap petani demi siapkan pangan untuk kelancaran hidup,
namun semua rasa letih itu seolah tak
sebanding dengan rasa bahagia uti yang bisa panen bersama keluarga lagi yang
sudah lama ia nanti-nanti kan
"Alhamdulillah panennya siap juga" Ujar papa sambil tersenyum manis
sambil memandang anak anaknya yang gigih menyabit padi.
Sore itu hari pun hendak bertukar, sinar mentari nya perlahan lahan lenyap tenaga surya nya siap siap terbenam, uti dan keluarga pun siap siap untuk pulang ke rumah seraya membawa padi yang di panen tadi menggunakan becak milik mereka. Sesampainya di rumah mereka pun bergegas mandi di kamar mandi masing-masing yang berada di kamar mereka masing-masing Adzan berkumandang waktu maghrib pun tiba mereka sholat berjamaah di rumah yang di imami oleh papa, seperti biasa setelah sholat selesai uti dan adiknya tidak boleh pergi kemana-mana dulu sebelum latihan tilawah qur'an bersama papa. Setelah uti dan adiknya latihan tilawah bersama papa barulah mereka makan malam bersama di meja bundar yang penuh kehangatan itu "Besok pagi kita ikut lari pagi di tepi pantai sama papa yok kak" Ajak fahri kepada uti "siaapp brooo" Sahut Uti, ibu dan papa nya pun tertawa mendengar jawaban uti tadi.
Pagi itu sudah menunjukkan
pukul 05:30 uti dan keluarga pun bergegas bangun dari tempat tidur dan melaksanakan sholat
shubuh berjamaah, setelah
usai melaksanakan sholat
shubuh alangkah senang
nya hati uti ketika membuka
jendela terlihat sang pelita alam mulai terbit pertanda alam mulai bernafas
kembali sinarnya menusuk tajam masuk dari sela-sela jendela dan pintu
rumah uti, "ayook siapa semalam
yang mau lari pagi sama papaa" Ujar papa di pintu depan yang sudah siap-siap untuk
lari pagi di bibir pantai "Saya saya
sayaa" Ujar uti dan adik nya
sambil berlari ke depan pintu "Cepat
pulang yaaa" Teriak ibu dari
arah dapur "siiiaap booss" Ujar uti dan adiknya bersamaan. Di tepi pantai langkah demi langkah di susuri mereka bersama, menghirup udara
segar sambil memandang mandang pesona
si pelita alam yang mulai menampakkan dirinya, sesekali uti dan adiknya berlari
di bibir pantai supaya kaki mereka bisa dibasahi oleh air laut nan
dingin lagi indah itu.
Setelah selesai lari pagi
bersama adik dan papa nya ibu mengajaknya ke sungai yang tak jauh dari rumah untuk mencuci
pakaian kotor mereka
yang sudah menumpuk
"Deeek adek ikut ke sungai juga?" Tanya ibu ke Fahri "enggak buu adek
mau menggosok baju sekolah dulu besok kan Senin buu”. Semenjak uti kakak nya pergi merantau fahri sekarang sudah
terbiasa menggosok baju sekolah nya sendiri
"Yaudah ibu pergi sama kakak aja yaa" Balas ibu "okeyy
boss" Saut fahri kembali. Di sepanjang
perjalanan uti menceritakan seluruh kegiatan nya di negri metropolitan itu baik itu di kampus
maupun di kos, seluruh kejadian-kejadian yang uti alami pun di
curahkannya saat bercerita dengan ibu sambil berjalan
menuju sungai, ibu pun tertawa sepanjang perjalanan mendengar cerita
putrinya itu.
Sesampainya di sungai terlihat gemercikan air mengalir berkelok kelok di sungai terhalang kerikil- kerikil kecil di tepi sungai, percikan air itu pun membasahi seluruh tubuh ibu-ibu yang mencuci kain di pinggir sungai, karena hari sudah mulai siang uti dan ibunya pun bergegas bekerja sama menyelesaikan cucian kain mereka yang menumpuk tadi. Setelah selesai mencuci kain uti si gadis pecinta alam memandang sejenak sungai indah itu imajinasi nya menerawang tajam ketika melihat sungai-sungai yang tak lurus membuat nya tersadarkan perihal sebuah perjalanan hidup yang berliku liku panjang.
Hari demi hari telah di lalui
Uti bersama keluarga nya dengan bersuka ria, uti sangat senang pulang kampung kali ini bisa berkumpul dan
bercengkrama kembali bersama keluarga tercinta nya, hari ini sudah menunjukkan hari terakhir nya di
kampung di karena kan besok ia harus masuk kuliah kembali di kota metropolitan itu. Hari itu sudah
menunjukkan waktu perpisahan antara uti dan keluarga nya, bagi uti semuanya terasa seperti mimpi
berlalu begitu cepat sekarang ia akan jauh pergi tinggalkan kampung halaman nya, sekarang ia di tuntut
menapakkan kaki sendiri di tanah rantau itu, beban ransel yang di jinjingnya pun ikut lusuh memelas
wajah berlinang peluh hatinya melayang
lesu seolah tak tau arah.
Bus jemputan uti pun sudah sampai,
waktunya ia berpamitan dengan para pelipur
hatinya hanya satu pesan
papa nya "Naak jaga diri baik-baik disana yaa nak, hanya satu pinta papa,
papa ngak nuntut uti untuk jadi orang
kaya papa juga gak nuntut uti harus dapat IPK 4.0 hanya satu pinta papa nak jangan pernah
lupakan Allah yaa nak, jagalah allah di hatimu insyaa allah Allah akan
menjagamu di setiap detikmu
nak” ujar papa nya sambil
menatap mata putrinya
yang sudah berlinang air mata, tanpa
bisa berkata kata uti hanya bisa mengangguk-ngangguk kan Kepala seolah
mengisyaratkan "iyaa paa"
Kemudian ia berpamitan dengan
bidadari nya yaitu ibunya "Naak
jaga kesehatan disana yaa nak, jangan pernah tinggalkan sholat
yah naak, kalo kakak sakit segera hubungi
papa atau ibu yah nak"
Ujar ibu sambil memeluk putri
kecilnya itu, sama seperti tadi uti hanya bisa mengangguk ngangguk kan kepalanya dengan ekspresi sedihnya, tak
lama kemudian sahabat tercinta uti yaitu adiknya sendiri langsung berlari kearahnya dan menarik jilbab uti seakan ingin
bercanda lagi dengan kakak nya "halah katanya
kuat kok mau merantau aja nangis" Ejek fahri dengan maksud untuk menghibur
kakak nya, Mendengar itu uti langsung
mengusap air matanya dan mencoba merubah ekspresi nya "Siapa yang nangis kakak kan kuat" Ujar uti
kembali dengan maksud membalas ejekan adiknya tadi, ibu dan papa nya pun tersenyum
sambil tertawa kecil melihat kelakuan
kakak beradik ini "Assalamu'alaikum uti pigi yaa buu paa"
Ujar uti sambil
membuka pintu bus itu "Wa'alaikumussalam iyaa naak fii amanillah" Ujar ibu dan papa
nya sambil mendadahkan tangannya ke arah putri kecil mereka itu.
Kini hari-hari
uti kembali seperti semula layaknya anak kos, sedih pedih perih menyatu di
qalbu nya, sebenarnya merantau
bukanlah pilihannya tapi ini ia lakukan demi sekantong harapan keluarga nya, "Aku memang sangat merindukan tanah kelahiranku, namun setumpuk kerinduan
ini akan berubah
menjadi sebuah kesuksesan yang nantinya akan aku bawa pulang ke tanah kelahiranku" Ujar nya dalam hati.
Ia juga berpegangan pada pepatah ulama imam
syafi'i yang pernah berkata “Merantaulah!
Orang berilmu dan beradab tidak diam
beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup di negeri asing
(di negeri orang)" begitulah
nasihat Imam Asy-Syafii Anak rantau akan banyak mendapat ilmu diluar
sana, ia juga akan berbagi
ilmu. Pengalaman anak rantau akan lebih baik dibanding jika dia
tidak merantau. Banyak pelajaran hidup yang bisa menjadi
bekal untuk masa depanya.
Penulis : Khatimatul Husna Tanjung – Matematika 2021 – Pemenang Lomba Cerpen MGC
Editor : Zahra Zaina Rusty – Ilmu Komunikasi 2022 – Divisi Komunikasi
dan Informasi