Unit Kegiatan Mahasiswa GAMADIKSI USU

SURAT BEBAS SPP MAHASISWA BIDIKMISI USU


Bagi mahasiswa bidikmisi semester akhir yang memerlukan Surat Keterangan Bebas SPP silahkan di unduh pada lampiran berikut. "Silahkan dicari berdasarkan NIM dengan scroll list lampiran surat". Surat Bebas SPP dilampirkan bertahap sesuai keterangan pada pengumuman pembuatan surat.

*Lampiran Surat Bebas akan terus diperbaharui sesuai info terbaru dari BIRO USU

Surat Bebas SPP Mahasiswa Bidikmisi Hari Pertama

Link H 1: https://bit.ly/suratbebasSPP


Surat Bebas SPP Mahasiswa Bidikmisi Hari Kedua

Link H 1: https://bit.ly/bebasSPPH2

-----------------------
Sumber : Biro USU
                 Ahmad Reza Azwary
-----------------------

Cerita Inspiratif : AKU DAN PERJALANAN HIDUPKU Oleh : Isronudin Hasibuan



AKU DAN PERJALANAN HIDUPKU
Oleh : Isronudin Hasibuan*


Pagi itu, rumput-rumput masih berselimut embun, dan kupu-kupu pun masih enggan keluar dari sarangnya. Saat itu juga kepala sekolah  kembali menyiramkan seteguk penyemangat menumbuhkan rasa keinginan untuk kuliah kepada kami yang seumur jagung lagi di Pesantren itu. Sekolah yang terlihat berbeda jika dibandingkan dengan sekolah yang lain pada umumnya. Dimana, aktivitas siswa/i di sekolah luar sana mungkin terlihat lebih sibuk, galau, dan dilema untuk memilih jurusan dan Universitas yang akan menjadi labuhan mereka menggarap ilmu dan menata masa depan. Sehingga dalam segi usaha, mereka terlihat lebih belajar keras dan lebih antusias jika dibandingkan dengan kami yang tinggal di pelosok desa ini, bahkan diantara mereka ada juga yang menambahkan jadwal belajarnya seperti les-les di tempat bimbingan dan lain sebagainya.
Sedangkan  kami, berbalik 180 derajat. Status para siswi di kelas kami bukan tak mungkin sudah dijodohkan orangtuanya kepada calon mantu idaman, bahkan ada juga yang sudah mengikat janji dengan pacarnya akan dibawa kemana hubungan itu. Lalu, bagaimana dengan para siswa di kelas kami? Mereka juga pasti sudah memiliki rencana untuk merantau ke kota mana, dengan siapa, sebagai apa dan lain sebagainya. Tapi masih ada juga sekelompok kecil dari gerumunan teman-temanku yang membicarakan hendak kuliah dimana, jurusan apa dan lain sebagainya yang mengacu tentang masa depan. Hmmm,, bagaimana dengan Aku? Yeah pertanyaan itulah yang selalu menghantui setiap hariku, bertebaran dan berotasi dalam pikiran ini. Aku belum berani mengayuhkan kayu perahuku, belum berani hendak berlayar kemana, akan singgah di pulau mana, atau perahu ini malah membuatku nyaman dan tak ingin meninggalkannya, Aku bingung dan tak mengerti
“Kuliah?” Kata-kata itu sekilas ikut berotasi dibenakku, pelengkap halilintar dan turunnya hujan di sore itu, (hhmmm sambil menghembuskan nafas), yah kuliah adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk ku gapai, sesuatu yang tak akan pernah berpihak kepadaku dan sesuatu yang tak mungkin dapat kucicipi. Jawaban itu mengalir begitu saja, menandakan tak adanya peluang atau sekedar harapan untuk diri ini dapat merasakan hidup seberuntung mereka. Itu semua sebab akibat dari kemiskinan, kenapa tidak? Ibuku hanyalah seorang janda tua yang mengais rezeki dari bercocok tanam, sedangkan kata Ayah adalah sebuah ungkapan yang Aku sendiri lupa kapan terakhir memanggil kata itu. Diakibatkan Truk kejam yang  menghantam tubuh yang mulai rapuh itu. Benar, hanya butuh beberapa detik untuknya menghilangkan nyawa Ayahku, tapi butuh seumur hidup bagiku melupakan peristiwa sekejap yang melintas di depan mata itu. Walau saat itu Aku masih berumur 4 tahun namun harus belajar  hidup ikhlas tanpa seorang Ayah disampingku, tanpa seorang Ayah melengkapi liku-liku hidup yang akan ku tempuh hari ini, besok dan selamanya. “Iya, tanpa seorang Ayah.”
Melihat Ibu yang setiap harinya harus lebih bekerja keras untuk kelangsungan hidup kami yang tersisa 3 orang lagi, sedangkan 4 saudaraku sudah berkeluarga. Terkadang Ibu harus menjadi sosok seorang Ayah yang pekerja keras, seperti buruh, berladang dan berjualan. Namun terkadang juga harus menjadi sosok seorang Ibu yang lembut dan memanjakan kami. Semua peran itu dilakoninya untuk kelanjutan hidup kami.
Oleh karena itulah Aku mulai sangat giat dalam hal belajar, semenjak kelas 1 SD sampai kelas 3 SMA Aku tak pernah terlepas dari 3 besar di kelas. Karena jujur, Aku tak mau menjadi seperti Ibu, dan tidak mau selamanya seperti ini.
Namun pupus sudah harapanku itu, ketika Aku sendiri bingung berlayar kemana. Aku juga ingin seberuntung mereka, tapi Aku masih takut akan dunia perkuliahan, Aku takut tidak bisa hidup di rantau orang nanti akibat kemiskinan yang masih setia berpihak kepadaku dan perasaan takut ini juga bercampur rasa khawatir, khawatir ketika nanti Aku harus merelakan mendayung perahu ini pergi meninggalkan Ibu yang sudah tua renta, Aku takut…
Rasa takut itu sedikit terkikis setelah Pak Huraba atau Kepala sekolah kami menyampaikan keberadaan Bidik Misi, Beasiswa untuk orang-orang miskin dan berprestasi, kini Aku tahu akan mendayung kemana perahu ini, Aku hanya perlu mengkobarkan semangat dan kepercayaan diri untuk mencapainya. Tapi, keinginanku malah bertolak belakang dengan harapan Ibu, jawabannya singkat, tapi tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Benar, saat itu Ibu berhasil mematahkan semangatku. Kecewa pasti, namun Aku berusaha memahaminya.
Hingga hari terakhirpun pendaftaran SNMPTN aku masih tidak berani mendaftarkan diri dan memilih untuk menuruti Ibu saja. Tapi Pak Huraba tidak sependapat denganku “Percuma kamu juara umum, percuma kamu siswa terbaik di sekolah kita, kamu harus daftar! kalau masalah uang nanti kita bicarakan.” singkat memang, tapi kata-kata itulah yang menerobos bilik-bilik hati yang terdalam, seperti hujan di tengah kemarau, dan kata-kata itulah yang merubah paradigma dan hidupku saat ini. Hari itu aku resmi jadi peserta SNMPTN 2013, Saat itu aku tidak tahu menau masalah jurusan tapi kuturuti saja pilihan-pilihan Pak Huraba itu. Walau perasaanku ibarat sambal terasi dicampur madu, rasanya tak menentu seperti permen nano-nano, begitulah ada rasa senang namun dihalangi rasa khawatir dan sedih, tapi Aku tetap maju dan akan tetap maju demi sebuah perubahan.
Bersama waktu, berbagai peristiwa begitu cepat berlalu, menyingkap lembaran-lembaran takdir hidupku satu-persatu.  Kini tibalah saatnya hari yang tak akan mungkin bisa dilupakan oleh semua orang yang pernah bersua dengan hari ini. Dimana pada  hari ini, akan banyak buih-buih kesedihan atau puing-puing keceriaan. Karena takdir yang akan ikut campur dalam hari ini. Aku juga begitu dengan perasaan optimis Aku dan Ibu bergegas pergi ke sekolah untuk pengumuman kelulusan siswa-siswi. Seusai pengumuman, Alhamdulillah Ibu sangat bahagia setelah mengetahui Aku jadi lulusan terbaik di sekolahku. Aku bahagia bukan karena jadi lulusan terbaik, tapi sangat bahagia melihat senyum yang begitu amat bersinar dari Ibu, mengalahkan sinar mentari kala itu, “terimakasih Ibu”.
Sebahagiaan orang masih tetap memancarkan kebahagiaannya lewat status “Alhamdulillah lulus hukum USU”, tapi sebahagian lagi malah meredup, sambil berusaha mengikhlaskan dan ada juga yang sudah menyebarkan surat undangan pernikahannya. Bagaimana dengan Aku?  Pertanyaan itu kembali menghantuiku, dengan rasa penasaran akhirnya ku menuju warnet yang berjarak 1 km dari rumah. Dengan bismillah satu-persatu ku input nomor pendaftaran, berharap kali ini keberuntungan itu akan berpihak kepadaku. Alhamdulillah ya Rabb, sambil sujud syukur air mata menetes perlahan membasahi pipi. Ketika mengetahui aku lulus sebagai pelamar beasiswa Bidik Misi di USU. Rasa senang ada, rasa takut juga ada. Senang karena aku bisa jadi mahasiswa, takut karena belum dapat restu dari Ibu.
Kini saatnya kaki harus melangkah ke bus yang akan mengantar ke kota medan sana, entah seperti apa medan itu, sekejam apa kehidupan disana, Aku tak mengerti. karena pengalaman perdana di medan ini. Jujur rasa takut menghantuiku, tapi karena ambisi dan semangat untuk bisa hidup seperti mereka, rasa takut itu  terkikis dan mulai hilang bersama waktu.
Uang yang terkumpul hasil dari kerja kerasku sebagai buruh di sebuah perkebunan selama libur UN dulu, ditambah uang pemberian sanak saudara. Terkumpul alhamdulillah  sekitar tiga juta. Menurutku sudah sangat cukup sebelum uang beasiswa keluar, namun  belum rezeki mungkin, karena sebagian uang itu hilang seusai membayar kos. keadaan itu memaksaku menjadi seorang waiters di sebuah restoran sekitar kos. Dan beberapa bulan setelah Aku bekerja akhirnya beasiswaku keluar dan langsung memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku dan lebih fokus pada tujuan utama yakni kuliah. Gaji terakhir ku belikan mukenah untuk ibu, dan sisanya ku transfer untuk biaya makannya disana. Saat itu, Aku merasa sangat senang seolah-olah kebahagiaan itu telah berpihak padaku.
Tapi ternyata kebahagiaan itu tak bertahan lama, hidupku seketika itu juga kembali runtuh, hancur tanpa berkeping-keping. Aku hampir depresi, putus asa, merasa bodoh menghujat dan menyalahkan diri sendiri.
Semua itu diawali dari pertemuan yang tak ku sengaja, namun mungkin disengaja oleh nya. Yah, namanya Ahmad dari Ekonomi pembangunan stambuk 2012. Sepulang dari kuliah dengan langkah tertatih sudah merasa tak sabar ingin bermanja-manja di kos tercinta. Tapi ternyata ada pemuda setengah baya menghampiri dan langsung menyapaku berketepatan di taman Birek USU. Tanpa ku ceritakan panjang lebar lagi, pertemuan yang membuatku hampir putus asa itu langsung saja ku lanjutkan ke intinya, yah intinya dia nenawarkanku pekerjaan, yang katanya bisa sukses dalam 1 atau 2 tahun, yang katanya jalan-jalan ke luar negeri, kapal pesiar, motor scoopy dan lain sebagainya sudah mengantri menunggu kita, tinggal kita kapan mengambilnya, apalagi kalau bukan MLM? aku sangat tertarik dan mengorbankan beasiswaku sebagai modal awal, karena statusku sebaga mahasiswa baru, ditambah dengan kondisi keuangan yang memang mengharuskanku mencari pekerjaan. Aku begitu antusias menjalaninya sehingga Aku mulai lalai dengan tujuan awal ke Medan ini, disebabkan biusan uang dan rutinitas yang selalu memelukku. IP semester awal lumayan buruk sehingga Aku memilih berhenti dari pekerjaanku. dan masih banyak lagi faktor-faktor yang membuatku memlih mundur dari pekerjaan itu. Tapi kujadikan semua itu sebagai pelajaran hidup dan penambah pengalaman, agar kedepannya lebih berhati-hati.
Karena uang beasiswa habis, Aku kembali bekerja namun kali ini  bukan sebagai waiters lagi, tetapi sebagai guru private Matematika di sebuah perumahan sekitar USU. Alhamdulillah tidak lama mengajar di tempat itu, Aku langsung ditawarkan tinggal disana secara cuma-cuma, gaji tetap dikasih 600.000/ bulan nya. Ternyata masih ada keluarga sebaik ini di kota sekacau ini. Dan benar, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan dan ampai saat ini Aku begitu dekat dengan keluarga kaya raya dan baik hati ini.
Hingga sekarang Aku tetap mengajar private dari tempat yang satu ke tempat yang lain, untuk membiayai dan bertahan hidup di kota orang ini. Sulit memang, ketika kawan-kawan kita punya banyak waktu luang kita malah disibukkan mencari sesuap nasi, Tapi bahagia itu kita yang ciptakan bersyukur solusi paling tepat untuk mengurangi mengeluh. Tanamkanlah..! Bukan Aku tak seberuntung mereka tapi mereka yang tak seberuntung Aku.

Cerita Inspiratid : BUKAN KALENG-KALENG Oleh : Malikatul Khamdiyah

BUKAN KALENG-KALENG
Oleh : Malikatul Khamdiyah*


Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan. Waspadalah…waspadalah…waspadalaaaaaah !” (Bang Napi)
            Kesempatan….
            Kayaknya bukan cuma kejahatan yang bisa terlaksana karena kesempatan. Aku percaya kalau hal - hal yang baik bisa terjadi juga karena kesempatan. Kalimat sederhana dari Bang Napi yang dulu setiap hari terdengar olehku seusai menyaksikan tayangan berita kriminal ini ku anggap sepele dan tak berarti apapun. Sekedar angin yang berlalu, kosong melompong, tak mempengaruhi apapun, meskipun terkadang menyegarkan jika menerpa wajah yang sedang lelah.
            Sekarang aku merasa bahwa kalimat ini maknanya dalam juga. Kenapa bisa gitu ? ya karena pengalaman dan momen yang tepat untuk mengartikan hal - hal yang tersirat ini. Bayangkan, bahkan niatpun tak berarti apa - apa, tak berguna, jika tak ada kesempatan yang diberikan.
            Kisah ini bermula ketika aku berada di semester IV Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sumatera Utara. Aku mengambil mata kuliah Administrasi Keuangan Negara dan setelah Ujian Tengah Semester Sang Dosen menggunakan metode dimana mahasiswa diharuskan membuat makalah dan melakukan presentasi dengan kelompoknya. Tibalah saatnya pemilihan tema melalui undian, aku maju mewakili kelompokku dan aku mengambil satu gulungan yang terdekat kemudian aku kembali menghampiri kelompok ku untuk membuka gulungan kertas tersebut.
" Apa tema kita?" Tanya Yeni dengan bersemangat.
" Kemiskinan” , ucapku setelah membuka gulungan kertas undian tema.
"Yaaah, luas kali lah pembahasannya nanti," Kata salah satu anggota kelompok kami yang aku lupa namanya saat cerita ini ku tuliskan.
"Iyakan ya ? Tukaran aja sama kelompoknya Ema. Dia dapet BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Aku udah nguasain materi itu" Aku memberi saran.
            Akhirnya kamipun menghampiri kelompok Ema dan menyampaikan maksud dan tujuan kami, namun ternyata kami tidak berhasil membujuk kelompok Ema. Akhirnya kami menerima kenyataan kalau bahasan dari tema makalah kami sangat luas dan tidak ada habisnya bila dibahas nanti. Harus berusaha membuat makalah yang terbaik, karena kelompok yang terbaik tidak akan mengikuti Ujian Akhir Semester nantinya.
            Dua hari berikutnya, kami mulai berdiskusi mengenai judul dan studi kasus dari kemiskinan.
“Apa ya judul kita?” Tanya Eby
“ Ini aja, pengaruh tingkat pendidikan terhadap kemiskinan” Usul Jessica
“Terlalu ribet nelitinya, tersinggung pula nanti narasumber kita. Kenapa miskin? Karena gak punya kerjaan yang layak. Kenapa gak punya kerjaan yang gak layak? Karena tingkat pendidikannya rendah. Kenapa tingkat pendidikannya rendah? Karena miskin.....” aku menanggapi usulan Jessica.
“Iya, itu udah kaya lingkaran setan yang gak tau solusinya. Kayak mana coba memutus kemiskinan?” Yeni pun ikut menimpali.
“Cara memutus kemiskinan cuma satu Yen, Beasiswa BIDIKMISI. Mottonya aja memutus mata rantai kemiskinan.”  jawabku
“Haha, bener juga kau tul, nanti kalo ditanya studi kasusnya kaulah yaaaa..” jawab yeni sekenanya.
“Kalau ditanya contoh kemiskinan, kita jawab aja kami semua. Tengoklah muka – muka kita weee, hahaha” Jawab Jessica mulai bercanda.
“ Aduuuh kelen ini ya, bangga kalipun jadi orang miskin. Hahaha ” Deminar pun menambahi
            Pada hari itu, kami berdiskusi tanpa mendapat solusi. Aku lupa bagaimana mulanya, akhirnya kami dapat menentukan judul yang disetujui dosen kami yaitu faktor – faktor kemiskinan di Belawan. Asal pembaca tahu ya, Belawan merupakan salah satu daerah diujung kota Medan dan disana terdaapat pelabuhan serta perindustrian yang cukup banyak. Belawan dikenal sebagai daerah yang memprihatinkan, meskipun selama hampir dua tahun aku kuliah disini, aku hanya mendengar cerita dan belum pernah berkunjung kesana.
            Sesuai dengan waktu yang kami tentukan, akhirnya kami berkunjung kesana untuk melakukan wawancara. Untuk sampai disana kami menggunakan angkutan umum dengan jarak tempuh satu jam,maklum kami anak rantau jadi tidak ada yang memiliki sepeda motor di tempat kami studi ini. Perjalanan yang membuatku mual karena kondisi jalan yang sangat buruk, berbeda jauh dengan jalanan di Kota Medan.
            Akhirnya tibalah kami di sudut lain Kota Medan. Tepatnya di sebuah desa bernama Nelayan Seberang, Kecamatan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara demi mengerjakan tugas. Rasanya seperti bermil-mil jauhnya dari Kota Medan. Padahal tempat ini adalah tempat yang tidak cukup jauh dari pusat segala kehidupan kota bernama Medan. Tempat yang dapat dijangkau hanya dalam waktu satu jam ditambah lima belas menit menggunakan perahu mesin berkuota maksimal 15 orang. Tetapi agaknya fasilitas dan pembangunan kota Medan belum sampai kesini. Semuanya serba pas – pasan.
Tetapi inilah kenyataan yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia, yang mungkin kata orang itu adalah tempat terpelosok, meski aku tidak benar-benar tahu makna terpelosok dalam konteks ini.Yang aku tahu, ini adalah bagian dari Indonesia, tempat dimana aku ditakdirkan lahir meski sampai saat ini belum mampu memahami Negeriku sendiri, Negeri yang subur dimana tongkat dan batu bisa jadi tanaman. Luar biasa bukan negeriku ini ? negeri yang tak bisa kupahami dari susdut manapun, karena jika dilihat dari sudut yang berbeda – beda maka tidak akan menemukan satupun hal yang sama.
Kembali lagi ke desa ini, desa yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai buruh nelayan. Jika dilihat dari rumah-rumah disini, mungkin sudah terlihat cukup baik meskipun bukanlah rumah permanen alias terbuat dari papan dan parahnya lagi rumah – rumah mereka berada diatas air laut yang telah berwarna hitam akibat sampah, jika air laut sedang pasang maka rumah yang tiangnya rendah akan terendam air dan baru satu minggu bisa menghilangkan aroma menjijikkan dari air laut yang telah terkontaminasi dengan sampah rumah tangga maupun limbah manusia. Meskipun wilayah Indonesia terdiri dari 2/3 bagiannya air tetapi untuk mendapatkan air bersih disini sangatlah sulit, mereka harus membelinya. Kalian bisa melihat Film yang kondisi pemukimannya hampir serupa yaitu Film Thailand berjudul Teacher Diary. Bedanya, desa Nelayan Seberang lebih baik karena tidak ada jarak yang jauh antara satu rumah dengan rumah lainnya. Semacam berada di satu daratan, daratan yang mereka buat sendiri dengan kayu.
Berbicara soal sekolah di Medan yang sampai ratusan, disini mungkin kita hanya dapat menemui satu Sekolah Dasar. Bisakah kalian bayangkan ? Untuk melanjutkan ke SLTP mereka harus menyeberangi laut selama lima belas menit dengan ongkos yang cukup mahal bagi mereka, yaitu Rp.6.000,- untuk pulang dan pergi. Belum lagi untuk membeli buku dan peralatan sekolah lainnya. Hampir menangis rasanya ketika mendengar cerita salah satu warga yang menceritakan bahwa anaknya lebih baik mencari ikan bersama Ayahnya daripada harus sekolah. Hanya orang – orang kaya saja yang bisa sekolah tinggi menurut persepsi mereka, SD sudah cukuplah, yang penting bisa baca dan tulis.
Ditempat yang sepertinya belum terlalu pelosok dari Kota Medan. Tidak banyak yang punya impian tentang dirinya sendiri apalagi tentang daerahnya. Semua terlalu pesimis untuk memimpikan sesuatu, terbelenggu dengan keadaan desa yang pas – pasan tanpa impian. Tapi benar juga. Bagaimana mungkin mereka membangun mimpi atas permasalahan yang terjadi di desanya jika semua dianggap baik-baik saja? Ini bukan salah mereka tidak memiliki ambisi untuk membangun desa jika mereka sendiri tidak mengerti apa yang harus dibangun dengan semua hal yang sudah sejak lahir dihamparkan didepan mata.
Ini semua soal kesempatan dimana mereka dapat melihat bahwa ada tempat dimana rumah tidak berada diatas air, dimana angkutan umum tersedia setiap menit, dimana terdapat banyak sekolah yang bisa dipilih sesuai keinginan mereka tanpa takut memikirkan biaya transportasi yang mahal, dimana mereka bisa memimpikan dan mewujudkan impian yang dimiliki.
Dalam hal ini, kita tidak berbicara soal jarak, tetapi ini soal kesempatan untuk berkembang. Kesempatan yang dianggap mereka hanya milik orang kaya. Kesempatan yang seharusnya berani mereka perjuangkan. Kesempatan yang seharusnya bisa mengubah pola pikir. Kesempatan yang seharusnya bisa menggapai impian. Kesempatan yang seharusnya bisa memilih.
Mengutip nasihat Abahku, bahwa burung terbang dengan sayapnya sedangkan manusia terbang dengan cita – cita, dengan impiannya. Tapi kalimat ini sulit sekali tersugesti untuk mereka, mereka yang tidak punya impian, mereka yang takut bermimpi dan mereka yang tidak ingin mencoba untuk bermimpi, karena keadaan dan kesempatan yang mendorong mereka tetap berada di lorong gelap. Ya, karena mereka tidak memiliki pilihan.
Untuk kamu yang mengaku memiliki impian, tetaplah bermimpi dan berusaha menggapainya. Untuk kamu yang mengaku cinta pada Indonesia, mari bergerak bersama menebar dan membangun impian bagi mereka yang belum memiliki kesempatan akan indahnya memiliki impian. Asal kalian tahu hidup yang bahagia itu bukan sekedar bisa hidup bersama dengan orang yang kita cinta, tapi bagaimana kita bisa menghadirkan cinta pada orang – orang yang tidak mencintai sesuatu, termasuk impiannya. Karena ini soal impian dan kesempatan, bukan soal kaleng – kaleng yang ditendang terus bunyi klenteng tanpa ada orang yang peduli.

Cerita Inspiratif : WALAUPUN CITAKU TAK SEINDAH MIMPIKU Oleh : Agi Nurhayati


WALAUPUN CITAKU TAK SEINDAH MIMPIKU
Oleh : Agi Nurhayati*


Hidup memang tak selalu seperti yang kita khayalkan. Terkadang hidup lebih buruk dan terkadang pula justru lebih indah dari yang kita harapkan. Perkenalkan, namaku Agi Nurhayati. Sekarang aku duduk sebagai salah satu mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Aku sendiri telah banyak membuktikan ungkapan “Cita tak selalu seindah mimpi”. Mulai dari menjajaki dunia pendidikan di bangku Sekolah Dasar hingga sekarang aku menjadi seorang mahasiswa yang pada dasarnya adalah salah satu cita-cita yang lebih indah dari mimpiku.
Aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Ibu dan ayahku bekerja sebagai pedagang. Barang dagangan yang mereka jualpun masih sering berubah-ubah hingga sekarang. Dari jual mie, rujak, jamu, mainan anak-anak, es krim, dan sekarang Alhamdulillah ayahku jualan sembako yang beliau pasarkan ke beberapa warung di seputaran kota Sidikalang, kota tempat tinggalku.
Selain kehidupan kami yang serba susah dulu,ada lagi yang membuat aku tak pernah bisa melupakan kenangan pahit. Di usiaku yang sepatutnya sangat membutuhkan kasih sayang dan belaian orang tuaku, aku sudah harus menyaksikan hampir retaknya rumah tangga kedua orang tuaku yang baru kupahami sekarang, hal itu disebabkan keegoisan ayahku. Namun saat itu Allah masih sayang kepadaku dan keluargaku. Allah membukakan hati kedua orang tuaku untuk dapat berubah menjadi orang tua yang terbaik untukku dan adik-adikku. Dari kenangan pahit itu, walaupun mimpiku memiliki keluarga yang bahagia dan berkecukupan, tapi aku bertekad dan bercita-cita untuk mengubah nasib kedua orang tuaku. Karena bagiku, doa orang tua dan senyum dari keduanyalah yang sangat aku mimpikan hingga saat ini.
Aku sendiri tidak pernah merasakan bagaimana indahnya bermain bersama teman-teman di kelas Taman Kanak-kanak. Bahkan aku masih ingat membaca dan menghitung dulu kupelajari secara otodidak, orangtuaku yang mengajariku dengan susah payah. Tapi dari situ, aku tidak pernah merasa malu walaupun cemoohan dan ejekan dari tetanggaku yang sering terlontar sempat menggoyahkan semangatku. Dari situ, semangatku semakin berkobar  untuk membuktikan, tidak selamanya anak-anak yang duduk di bangku TK lebih pintar daripada anak-anak yang hanya belajar dirumah.
Hingga pada saatnya kasih sayang Allah begitu besar kepadaku.Walaupun pada awalnya akulah orang yang paling dikhawatirkan guru-guru di sekolahku, karena aku tidak pernah paham cara menulis. Jangankan menulis, cara menggunakan alat tulispun aku tidak pernah paham saat itu. Namun berkat kegigihanku untuk terus berlatih dan ditambah semangat yang menggelora untuk mewujudkan mimpiku menjadi anak yang suskes, sedikit demi sedikit prestasi-prestasipun sering kuraih di bangku Sekolah Dasar. Aku sering mendapat penghargaan juara perlombaan mengarang, berpidato di depan umum, dan bahkan aku pernah mendapat bantuan biaya pendidikan bagi siswa berprestasi dari pemerintah kabupaten tempat tinggalku. Senang tercampur haru, itulah yang kurasakan saat itu. Karena disitu aku mulai bisa membuktikan walaupun keluargaku hidup serba kesusahan, tidak pernah menyurutkan semangat untuk selalu berkarya dan berprestasi demi mewujudkan mimpi. Bahkan kalau diingat-ingat dengan semangat itu pula dulu aku harus berjalan kaki sejauh lima kilometer jauhnya untuk menuju sekolahku. Lebih dari itu, aku semakin bertekad untuk membuktikan tidak selamanya anak perempuan itu harus dipingit di rumah dan ditunggu hingga dilamar nantinya.
Menginjak bangku SMP, aku pernah bermimpi menjadi siswa yang berprestasi dengan mendapat juara pertama umum mengalahkan 278 siswa lainnya dan membanggakan orangtuaku, bermimpi mereka menangis terharu dengan keberhasilanku itu. Tapi sekali lagi, yang aku dapatkan memang tak selau seindah mimpi yang kuharapkan. Walaupun tidak juara pertama, setidaknya aku bisa mendapat juara enam umum dan mendapat penghargaan dari kepala sekolahku serta didampingi ibuku saat itu. Tangis kebanggaan orang tuaku pun mengalir, aku masih ingat dulu saat itu beliau memelukku karena prestasi yang menurutku jelas terasa lebih indah dari mimpi yang pernah kuharapkan.
Di bangku SMA, aku termasuk siswa yang dikenal paling dekat dengan guru-guru. Maka tidak heran bila segala kegiatanku selalu didukung penuh oleh mereka. Karena keterbatasan ekonomi keluargaku, segala upaya pernah kulakukan. Mengingat biaya sekolah di tempatku sangatlah mahal, dimana di dalamnya diisi oleh orang-orang yang berada dikalangan elit.Tapi aku tidak pernah malu dan minder dengan hal itu. Berbagai usaha pernah kujalani, mulai dari jualan bakso goreng  sampai dengan pelayan di berbagai tempat makan di kota tempat tinggalku. Uang yang kudapatkan selalu aku serahkan kepada ibuku untuk membantu biaya sekolahku. Walaupun dengan biaya itu sangat membantu orang tuaku, kali ini kasih sayang Allah kembali tercurah berlipat-lipat ganda kepadaku. Berbagai bantuan biaya pendidikan berprestasi pun sering aku dapatkan. Rasa syukur tak henti-hentinya aku haturkan kehadirat Allah SWT.
Berlipat-lipat ganda rahmat Allah yang aku dapatkan saat itu. Beasiswa BIDIKMISI dapat kuraih berkat uluran tangan pihak-pihak yang berhati mulia seperti guruku. Mereka semua membimbing dan menyemangati aku, serta meyakinkan aku bahwa kuliah bukan hanya untuk orang-orang yang “berduit” tapi juga untuk orang-orang yang punya tekad dan mimpi yang besar.
Di waktu SMA dulu pernah juga terbesit di hatiku rasa dengki dan iri dicampur pesimis melihat aku tidak bisa duduk mengikuti bimbingan belajar tambahan bersama teman-temanku diluar sekolah karena faktor biaya. Seakan sudah terbiasa otodidak, aku belajar sungguh-sungguh di rumah dan meyakinkan diri bahwa Allah akan menentukan yang terbaik bagi hamba-hambanya.
Memasuki masa pendaftaran SNMPTN undangan, aku sudah bertekad kuat untuk bisa kuliah di salah satu universitas yang sudah kulirik mulai aku duduk dibangku SMP dulu yaitu Universitas Gajah Mada, khususnya jurusan Matematika. Karena saat itu aku bermimpi ingin menjadi seorang dosen Matematika. Sebagian orang pasti bertanya, mengapa harus Matematika, jawabannya adalah aku suka menghitung, aku suka angka, aku selalu mengandalkan otak kiri ku dalam hal apapun, dan logikaku seakan hanya mengarah ke urusan Matematika. Oleh karena itu pula, dibangku SMA dulu aku pernah tergabung menjadi salah satu peserta olimpiade Matematika mewakili sekolahku. Walaupun juara tidak pernah aku dapatkan saat itu, tapi terpilih menjadi salah satu peserta mewakili sekolah dulu sudah cukup menjadi prestasi bagiku demi mengasah kemampuan logika menghitungku.
Tapi semua kembali tidak sesuai yang kuharapkan. Frustasi dan kegelisahan yang kurasakan ketika mendengar aku gagal  SNMPTN. Dari keputusan penting itu, pernah terbesit dihatiku untuk tdak kuliah dan pasrah akan cemoohan orang-orang yang sering menentang pernyataan bahwa perempuan tidak seharusnya kuliah.
Begitu indah jalan yang diberikan Allah memang. Pernah disuatu malam aku bermimpi bahwa aku duduk dibangku kuliah. Dari mimpi itu aku berpikir dan merenung jangan sampai kegagalan pertama itu menghancurkan mimpi yang sudah kurancang dari awal. Dari situ aku berpikir, apa yang akan kudapatkan bila aku hanya menganggur di rumah dan selalu bergantung kepada kedua orang tuaku. Tapi disamping itu semua, rasa pesimis sering menyelimuti hatiku untuk ikut SBMPTN, mengingat waktuku yang hanya kurang dari dua minggu, dan aku harus mulai belajar secara otodidak kembali di rumah dibandingkan dengan teman-teman sekaligus saingan-sainganku di pertempuran SBMPTN tulis yang penuh persiapan dari bimbingan belajar yang sudah mereka ikuti sejak dua bulan lamanya.
Namun aku selalu mengingat kata-kata dari ayahku,”Tidak ada yang tidak mungkin bila Allah sudah berkehendak”. Dari situ aku yakin, berkat kasih sayang Allah dan doa orang tuaku, aku bisa lulus di SBMPTN yang sangat aku harapkan menjadi jalan terakhirku menuju bangku kuliahku.
Sungguh bertubi-tubi limpahan rahmatNya, Allah membuka jalan bagiku. Dua hari menuju pendaftaran terakhir SBMPTN,  aku mendaftar melalui salah satu warung internet yang jaraknya satu kilometer dari rumahku dan akupun harus berjalan kaki menuju kesana. Jujur saja kakiku bergetar dan hatiku gundah, mengingat pilihan jurusan apa yang harus aku ambil bila melihat persiapanku menuju PTN yang tidak sepenuhnya siap. Berkat bimbingan dan arahan dari guru SMA yang turut membantuku proses pendaftaran SBMPTN, aku menetapkan Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai pilihan pertamaku. Pertimbangan yang aku lihat waktu itu adalah daya tampungnya yang cukup menggiurkan bagiku. Tidak terlintas sedikitpun saat itu bahwa kesehatan adalah hal yang harus memaksa kita rajin membaca dan menghapal, padahal hal itulah yang paling aku hindari selama aku sekolah dari SD sampai SMA dulu. Yang terlintas dipikiranku saat itu adalah aku bisa mengisi hari-hariku dengan kuliah dan tidak menyusahkan orang tuaku dirumah.
Dosen Matematika adalah cita-cita awalku. Tapi sekali lagi, semuanya hanya harapan. Saat ini aku kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan sangat tidak berhubungan dengan cita-citaku. Walaupun pada awalnya aku bingung dan agak susah beradaptasi karena harus rajin membaca dan menghapal, akhirnya pintu pikiranku dibukakan olehnya. Aku juga tidak kalah dengan orang-orang yang memang sudah awalnya suka dengan bagian kesehatan. Predikat cumlaude juga masih bisa kusandang hingga saat ini. Mulai saat ini aku mulai merasa FKM sudah mulai merasuk ke hatiku dan menjadi bagian terpenting dalam hidupku.
Saat ini aku  sudah bermimpi menjadi salah satu dosen FKM di Universitas Diponegoro, Universitas tempat kelahiranku, Jawa Tengah. Kali ini aku berjanji, bahwa cita-cita yang satu ini akan terwujud lebih indah dari mimpiku. Aku yakin, dengan doa dan usaha yang keras, serta hati yang ikhlas, Allah akan meunjukkan jalannya kepada kita.
Dari ceritaku ini,ada beberapa hal penting yang wajib kita sadari. Kita manusia biasa hanya bisa berencana, bermimpi, dan bercita-cita. Segala sesuatunya Allah yang menentukan. Memang terkadang selama hidup ada hal-hal yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, ada kalanya kita kecewa, ada kalanya pula kita senang dan bangga. Jangan pernah berkeluh kesah dan berputus asa, terkadang harapan yang tidak sesuai itulah jalan terbaik yang diberikan Allah kepada kita. Teruslah bermimpi, teruslah berkarya, dan teruslah berprestasi, jangan biarkan ekonomi menghalangimu, jangan  biarkan kondisi menguasaimu, dan teruslah ukir prestasimu, InsyaAllah semua akan terwujud.

Cerita Inspiratif : BERJUANG DALAM KETERBATASAN Oleh : Rini Lestari


BERJUANG DALAM KETERBATASAN
Oleh : Rini Lestari*


Kisah ini diawali dari awal masa SMA, tentang perjalanan seorang pemimpi. Anak ini masih polos dan masih belum mengerti tentang bagaimana dunia yang sebenarnya bahkan tentang dirinya sendiripun anak ini masih  buta, apa bakat yang ada dalam dirinya, keinginan-keinginannya dan tujuan hidupnya. Anak itu adalah “Aku”. Mungkin aku menyadari bahwa aku masih dalam tahap remaja yang memiliki emosional naik turun dan cenderung  kurang serius. Hingga pada suatu momen yang membuatku berada dititik yang benar-benar membuatku berpikir. Ya, pada hari itu sekolahku membuat angket minat dan bakat yang akan diberikan kepada siswa SMA kelas X. Di angket itu sudah pasti memuat data-data pertanyaan tentang profil siswa, minat dan bakat yang dimiliki oleh para siswa. Untuk mengisi data profil diri sendiri bukanlah hal yang sulit bagiku. Namun, ketika aku berada pada pertanyaan minat dan bakat tersebut aku berhenti begitu lama, ya untuk berfikir tentunya. Untungnya, bukan hanya aku yang menemukan kebingungan, para siswa lain juga begitu, sehingga kami diperbolehkan untuk membawa pulang data angket tersebut untuk dibawa pulang ke rumah untuk dilengkapi dan dipikirkan secara matang.
Baru kali ini aku tampak begitu bingung hanya karena harus memaparkan diriku sendiri dalam sebuah tulisan. Aku berpikir mau jadi apa nanti? Aku tahu bahwa ini bukanlah sesuatu yang bisa aku tertawakan atau sepelekan. Sebenarnya aku berada pada pertanyaan “Apakah anda akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi?”. Pertanyaan itu saja sudah membuatku bingung. Aku tidak berpikir realitas yang dipikirkan oleh pihak sekolah, aku hanya berpikir realitas yang ada dalam pikiranku saja, pihak sekolah tentunya hanya membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak” sementara aku memikirkan “Bagaimana aku bisa kuliah, kuliah itu kan mahal, apa mungkin aku mampu? Sulitkah kuliah itu? Tapi aku ingin kuliah...” Dari pemikiran itu seharusnya pula aku bisa menjawab “ya”, karena pihak sekolah tidak menanyakan aku sanggup atau tidak. Dengan segala keyakinan yang di ambang keraguan itu aku melingkari kata “ya”.
 Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya aku pikirkan dengan lebih keras lagi hingga selesai. “Dimana akan kuliah? Jurusan yang diinginkan? Ingin menjadi apa kelak? Hobi yang dimiliki dan lain-lain”. Angket sekolah itu benar-benar membuatku berpikir. Selama ini aku menganggap bahwa segala sesuatunya akan mengalir seperti air dan aku akan ikut terhanyut dalam air itu agar tetap berada di zona nyaman tanpa harus repot-repot melawan arus deras yang berada didepan atau dibelakangnya. Apakah harapan-harapan yang aku tuliskan dalam angket itu sudah benar dan bisa aku dapatkan? Apakah cita-cita yang aku tuliskan dalam angket itu bisa wujudkan? Dari pemikiran itu aku menemukan titik temu. Ya, aku tidak bisa bermain-main lagi, masa ini adalah masa yang harus aku perjuangkan untuk bisa mendapatkan harapan-harapan, karena aku yakin dari harapan-harapan itu aku bisa mewujudkan cita-citanya, itulah keyakinan yang berhasil aku bangun dalam diri. Tapi, tetap saja aku masih berpikir tentang realitas kehidupannya.
Hidup di keluarga sederhana awalnya membuatnya minder dan pesimis, memiliki tiga adik yang usianya tidak terpaut jauh semakin membuatku pesimis. Jika aku tidak menjadi apa-apa hal ini tentu akan menjadi contoh yang kurang baik bagi adik-adikku, mereka akan kurang termotivasi. Sementara jika aku mencobanya, aku akan menjadi penutup jalan bagi adik-adiknya. Biaya pendidikan sekarang tidaklah murah, jika aku mengkalkulasikan jumlah penghasilan ayah dengan biaya dan kebutuhan yang harus dicukupi seluruh anggota keluarga masih kurang. Belum lagi dengan permintaanku yang ingin kuliah, hal ini membuat ibu hanya bisa memberiku kata “Semogaa Rin bisa kuliah” kata beliau. Kata itu sedikit menghibur meski masih samar-samar jika kupikir-pikir lagi. Akankah cita-citaku harus terhalang oleh terbatasnya materi? Tapi sekali lagi aku mengaburkan pikiran tersebut, aku tersadar bahwa rezeki itu hanya milik Allah dan Allah yang mengetahuinya, jika aku selalu bersama-Nya aku pasti tidak akan sebimbang ini. “Ya Allah, bagaimana ini? Sesungguhnya aku telah mendustakan nikmat yang Engkau berikan. Aku meragukan kemurahanMu. Betapa berdosanya aku, ampuni aku Ya Allah.” gumamku.  
Aku merupakan seorang anggota Pramuka di sekolah, aku amat mencintai Pramuka, bagiku Pramuka adalah jalan hidupku. Aku seperti menemukan diriku ketika aku berada di dalamnya. Sedih, susah dan senang, pengetahuan-pengetahuan yang tidak didapatkan siswa-siswa lain dalam jadwal belajar sekolah, aku menemukannya disini. Menjadi orang yang lebih mandiri, tegas, dan berwawasan luas. Itu yang aku temukan dalam Pramuka. Karena Pramuka aku bisa pergi ke tempat-tempat yang mungkin tidak kupikirkan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan cabang rajin kuikuti hingga aku bisa mengikuti kegiatan daerah bahkan sampai tingkat Nasional. Tinggal selangkah lagi menuju pramuka Internasional. Rasa cintaku untuk tanah airku bukanlah hal main-main, ketika teman-teman lain mengatakan bahwa tanah airnya ini begitu rapuh, bodoh dan kolot, aku begitu marah namun memendamnya. “Tidak! tanah airku ini indah, orang-orangnya pintar, tidak kolot. Hanya perlu sedikit perubahan saja,” gumamku.
Rasa percaya diri perlahan-lahan aku dapatkan, aku semakin yakin apa yang menjadi keraguanku aku pasti bisa menghancurkan keraguan tersebut menjadi keyakinan. Aku hanya perlu bertahan dan berubah menjadi lebih baik, aku yakin apa yang menjadi harapanku mampu kudapatkan, apa yang kucita-citakan mampu kuwujudkan. Aku hanya perlu 3+1 hal : Yakin, Usaha dan Sampai + Doa. Kepercayaan ini kudapatkan karena terinspirasi dari kisah-kisah kakak-kakak Pramuka ketika berkegiatan. Sharing yang benar-benar menginspirasiku. Mereka adalah orang-orang yang berhasil dalam keterbatasan yang dimiliki. Mereka bisa, maka aku juga bisa. Ya, harus yakin.
Apa yang menjadi keyakinan benar-benar kuperjuangkan, hingga aku mencapai satu harapan dalam daftar targetku. Aku berhasil melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Universitas ternama, dengan jurusan yang sesuai dengan angketku dulu. Ini bukanlah perjuangan yang mudah, memikirkan aku hanya berasal dari sekolah yang tidak terkenal dan biasa-biasa saja. Tapi aku mampu menembusnya. Tidak hanya itu, aku juga memetik buah manis lain, aku mendapatkan beasiswa BIDIKMISI, dimana mahasiswa dapat kuliah dengan gratis dan mendapatkan bantuan dana secara rutin. Syaratnya hanya perlu belajar dengan baik dan berasal dari keluarga menengah kebawah. Ini bukanlah sesuatu yang aku duga, namun membuatku sangat bersyukur.
Ungkapan terakhir yang dapat kutuliskan dalam diariku hari ini adalah kehidupan seorang manusia sebenarnya tidaklah seruwet dan serumit yang dibayangkan, hanya saja dalam prakteknya kalimat ini tidak berlaku dan bahkan tersingkirkan, karena yang dirasakan justru adalah sebaliknya, hidup ini rumit, ruwet dan memusingkan. Ini adalah satu paket keluhan yang seharusnya benar-benar dihindari meskipun sebenarnya memang telah sesak dirasakan, dan hal itu tidak bisa kupungkiri bahwa aku juga benar-benar merasakannya. Aku mendapatkan satu pelajaran disini. “Kamu tidak perlu mengeluh tentang apa yang menjadi kesulitanmu. Yang kamu butuhkan keyakinan agar keluhan yang kamu rasakan berubah menjadi keyakinan. Syukuri yang ada dalam dirimu dan kehidupanmu, karena kamu tidak hanya perlu melihat keatas, tapi juga kebawah agar kamu tahu bahwa nikmat yang diberikan Tuhan kepadamu jauh lebih besar dibanding mereka yang untuk mendapatkan sesuap nasipun sangatlah sulit”  Bersyukur adalah salah satu keputusan yang paling tepat ketika kamu menemukan kegalauan. Apalagi Allah sangat menyukai orang-orang yang bersyukur.
Ini adalah perjuangaku hari ini, dan aku masih perlu berjuang lagi untuk kedepan. Jalan didepan masih samar-samar terlihat. Bukan berarti jalan itu akan mulus, bisa jadi akan lebih sulit dibandingkan yang sebelumnya. Aku sadar bahwa aku baru mendapatkan sebaris target harapan-harapanku tapi belum cita-citaku. Jika untuk mendapatkan harapan saja sudah sulit, untuk mewujudkan cita-cita pasti bukanlah hal yang mudah pula. Maka dari itu jadikanlah harapan-harapan yang sudah didapat itu sebagai amunisi yang baik untuk membidik cita-citamu dititik yang tepat. Aku berharap segala sesuatunya dapat aku lalui, menjadi seorang Psikolog dan memberikan senyum kebahagiaan kepada orang tua yang begitu kucintai. Kabulkanlah Ya Allah. Aamiin.

Cerita Inspiratif : ORANG MISKIN DILARANG BERMIMPI BESAR Oleh : Nurhayati


ORANG MISKIN DILARANG BERMIMPI BESAR
Oleh : Nurhayati*


Bukankah tak pernah ada orang yang bermimpi lahir jadi miskin, kere, tak punya apa-apa? tetapi gara-gara hal itu banyak orang yang tak diberi hak untuk pintar, cerdas, kreatif, dan inovatif.

Perkenalkan namaku Nurhayati, terlahir dari pasangan bapak Humam dan ibu Saimah pada tanggal 20 September 1996 di dusun terpencil ujung pulau Sumatera. Aku termasuk anak yang pemalu apalagi bila bertemu dengan orang baru. Tanpa disadari, waktu terus berputar meninggalkan kenangan masa kecilku. Ya, sekarang aku resmi menyandang gelar kelas 1 SD. Aku sangat senang sekali akhirnya aku bisa duduk di bangku sekolah dasar. Ini merupakan cita-citaku dari dulu setelah melihat tawa riang bahagia teman-temanku yang masuk TK sebelum masuk sekolah dasar. Sayangnya waktu itu aku tidak sempat mencicipi manisnya pendidikan TK karena faktor ekonomi dan jarak rumah yang jauh dari sekolah. Oleh karena itu, sekarang aku sangat senang sekali bisa memasuki sekolah dasar, mendengarkan pelajaran dari ibu guru hebat bagai pemandu bakat siswanya. Walaupun aku tidak masuk TK, namun bisa dipastikan aku tak kalah cekatan dalam pelajaran  dibandingkan teman-temanku yang masuk TK. Terbukti selama aku bersekolah dasar, aku selalu mendapat peringkat 3 besar. Masa remaja menghampiriku, kini tiba saatnya untuk menggunakan seragam putih biru. Banyak dari teman-temanku yang tak melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP dikarenakan tidak memiliki biaya. Sebenarnya nasib mereka sama sepertiku, tidak memiliki banyak uang, susah untuk melanjutkan sekolah, namun perbedaannya adalah mereka seakan pasrah menerima nasib kemiskinan. Aku sangat beruntung memiliki orangtua seperti ayah dan ibuku karena mereka mengerti arti pentingnya pendidikan buatku. Miris rasanya melihat mereka yang tak melanjutkan sekolah karena harus banting tulang mencari nafkah. Aku sangat ingat sekali apa yang kuucapkan waktu itu, “Saat tiba waktunya aku menjadi orang sukses dan kaya raya, orang seperti merekalah yang akan mencicipi buah kesuksesanku.” Entah itu sebuah kalimat lelucon remaja ingusan sepertiku atau kalimat penghibur untuk diriku kala itu.
Sejak saat itu aku terus-terusan bermimpi ingin menjadi seperti ini, seperti itu karena jika kita tak berani bermimpi berarti kita tak mempunyai cita-cita. Menjadi penulis adalah mimpi terbesarku. Aku sangat mengagumi seorang penulis yang hanya karena goresan penanya mampu membuat semua orang berdecak kagum. Menulis adalah seni yang muncul dari pikiran dan hati. Jika diberi kesempatan, aku ingin bertemu dengan J.K Rowling. Aku ingin meminta tips darinya untuk menulis karya yang bagus. Perlahan-lahan aku mulai mengikuti jejaknya, dari mulai menulis dream note ataupun menulis karangan cerpen. Aku tahu J.K Rowling tak menulis hal seperti itu. Namun sebagai pemula, aku sangat suka membuat cerpen, juga sangat suka membuat puisi namun tak suka membaca puisi. Selama di SMA, aku termasuk salah satu siswa yang berprestasi, terbukti dengan beragam piala yang berhasil ku dapatkan. Dari mulai juara kelas, juara pidato, juara debat hingga juara cerdas cermat. Tidak berhenti sampai disitu, aku juga aktif dalam kegiatan organisasi. Aku pernah menjabat sebagai ketua OSIS di SMA dengan mengalahkan 4 pesaingku. Tahun 2013 lalu, aku mewakili kabupatenku untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan pemuda yang diadakan oleh Dispora provinsi Sumatera Utara. Suatu kehormatan bagiku bisa menjadi peserta terbaik dalam pelatihan tersebut. Selain mendapatkan ilmu, aku juga mendapatkan penghargaan terhormat seperti itu. Lagi dan lagi aku bersyukur kepada Allah atas nikmat ini. Suatu hari nanti aku berharap bisa menginspirasi orang lain dengan membuat sebuah buku yang berisi kisah perjalanan hidupku.
Hari terus berganti, kini saatnya bagiku untuk melanjutkan mimpiku. Aku pernah bermimpi untuk menjadi seorang mahasiswa. Sebuah mimpi yang teramat sederhana bagi orang yang memiliki banyak uang. Aku cukup sadar dengan keadaanku. Aku hanyalah anak seorang petani yang dalam kebutuhan sehari-hari pun sulit untuk terpenuhi, lantas bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu. Salahkah aku bermimpi? Kucoba bercerita pada keluargaku tentang mimpi itu, tetapi mereka hanya menunjukkan raut wajah sedih, seakan meratapi nasib. Ingin rasanya aku marah, menyesal pernah terlahir dari keluarga miskin tetapi suara adzan menyadarkanku dari nafsu duniawi. Kepada Allah kuserahkan segalanya, kucurahkan semua impian, harapan dan cita-citaku dalam doa-doa malamku. Aku sadar tak seharusnya menyerah dengan keadaan yang membuatku semakin terpuruk, aku harus bangkit dan optimis bisa mewujudkan semua mimpiku. Jika harus bekerja aku akan bekerja demi melanjutkan studiku. Aku telah menjalani pekerjaan sebagai guru les. Penghasilan dari pekerjaan itu lalu aku tabung dan aku kumpulkan untuk biaya kuliahku. Namun sayang, uang tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya kuliahku. Aku tahu biaya masuk kuliah pasti sangat mahal. Tetapi, nampaknya Allah mempunyai rencana lain, atas bantuan dari guru-guruku di sekolah, aku resmi mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dan mengikuti program beasiswa mahasiswa berprestasi (BIDIKMISI). Aku sangat optimis lulus dalam seleksi itu. Aku sudah mengambil jurusan sesuai dengan passion ku. Setiap hari aku berdoa supaya Allah senantiasa mengabulkan doa-doaku. Benar kata orang bahwa Allah sangat dekat dengan hambanya yang bersabar. Selama menunggu hampir 1 bulan, pengumuman seleksi pun sudah keluar. Entah ini sebuah mimpi atau nyata, aku lulus dalam seleksi tersebut. Bahkan aku menduduki peringkat pertama dalam seleksi tersebut. Orangtuaku sangat bahagia mendengar kelulusanku. Mereka menangis dan menyebut asma Allah. Akhirnya aku berhasil membuat orangtuaku menangis bahagia. Dalam satu tetesan air mata mereka mengandung jutaan harapan yang lebih lagi dariku. Aku tak akan pernah menyianyiakan kesempatan ini. Ingin rasanya aku membahagiakan kedua orangtuaku, menghapus kisah sedih mereka, dan memberikan garansi kebahagiaan disisa hidup mereka. Aku akan terus belajar dan bekerja cerdas dalam mewujudkan semua mimpiku.
Kini, 1 tahun sudah aku menjadi seorang mahasiswa. Aku sangat bahagia bisa menjadi salah satu bagian sivitas akademi Psikologi USU. Semua perjuanganku selama ini terbayar sudah. Aku sangat ingat waktu penutupan PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru), bapak POMDA Psikologi memuji kata sambutanku. Beliau bilang aku mirip Puan Maharani. Baru tamat SMA saja sudah hebat dalam berbicara di depan publik. Tak hanya itu, kebahagiaanku masih berlanjut ketika aku mendapatkan IP cumlaude. Aku akan terus mempertahankan IP-ku, supaya aku dapat melanjutkan kuliah di luar negeri secara gratis. Aku akan berusaha menjadi generasi emas yang membanggakan dengan memutus rantai kemiskinan. Aku akan memotivasi semua orang untuk terus bermimpi besar. Tidak ada bedanya kaya atau miskin selain usaha dari keduanya. Percayalah kesuksesan sangat dekat dengan orang-orang yang selalu mengalami kesulitan. Jadi, masih yakin berhenti bermimpi? Kalau kamu berhenti bermimpi, aku sangat amat menyesal akan meninggalkanmu sendirian dalam angan-angan imajimu. Aku akan terus melangkah kedepan dalam meraih semua mimpi dan cita-citaku. Selamat bertemu di kehidupan kelak wahai para pemimpi besar!

Cerita Inspiratif : SETIAP ORANG BERHAK UNTUK SUKSES Oleh : Agus Susanto


SETIAP ORANG BERHAK UNTUK SUKSES
Oleh : Agus Susanto


“Karna Allah sudah menyebarkan benih kesuksesan, dalam tempat dan waktu yang tepat ketika suatu saat kita akan membutuhkan, kesuksesan hidup dalam diri kita menunggu untuk bersemi, tumbuh dan berbunga.”

Lahir dari keluarga yang sederhana membentuk sikap yang apa adanya, jujur dan pendiam, menjadikan dirinya sebagai sosok yang hangat di keluarga. Agus, begitulah sehari-hari ia disapa. Pemuda 20 tahun yang lahir di Perbaungan pada 21 Agustus 1995 ini bernama lengkap Agus Susanto, saat ini ia telah menjadi salah satu Mahasiswa di Universitas Sumatera Utara.
Perjuangan menuju posisinya sekarang ini ternyata bukanlah hal yang mudah, mengingat kondisi keluarga yang dikategorikan sebagai masyarakat menengah, begitupun baginya itu bukanlah halangan, karna ia percaya bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin untuk dicapai, seperti kata pepatah mengatakan “Where there is a will there is away - Dimana ada kemauan disitu ada jalan”.
Sejak Sekolah Dasar Agus memanglah seorang anak yang cerdas buktinya ia selalu meraih rangking 2 besar di setiap semester di kelasnya selama Sekolah Dasar. Namun ia sempat mengalami kemunduran saat ia menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama, ia hanya bisa meraih rangking 2 besar di semester awal dan hanya bisa bertengger di 15 besar disemester seterusnya. Dan ini menjadi sebuah pukulan baginya karena tidak bisa mempertahankan apa yang telah ia bangun sejak di Sekolah Dasar. Dan saat di Sekolah Menengah Atas seperti ingin membalas dendam, akhirnya ia kembali masuk ke 4 besar di setiap semesternya, walaupun tidak secemerlang di Sekolah Dasar namun setidaknya lebih baik dari kemundurannya saat di Sekolah Menengah Pertama.
Masa akhir sekolah adalah masa yang penuh dilema, untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi yakni ke Perguruan Tinggi, pastilah ia dan keluarganya harus ekstra kerja keras mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Padahal keluarganya juga masih harus membiayai sekolah adiknya yang saat itu telah masuk ke jenjang Sekolah Menengah Pertama.
“Saat itu memang saat-saat yang paling membuat saya sangat bingung untuk memilih apakah saya berhak untuk kuliah atau saya harus bekerja agar tidak semakin membebani keluarga”. Ungkapnya menunjukkan perasaan bingungnya saat itu.
Yang paling ia ingat pada saat itu adalah ketika bapak yang mulai berkomentar mengenai kelanjutan pendidikannya setelah tamat Sekolah Menengah Pertama, apakah harus lanjut ke Perguruan Tinggi atau bekerja saja.
“Bapak hanya punya 3 pilihan sama kamu, Gus. Pertama bapak akan tetap mendukungmu jika kamu ingin lanjut untuk kuliah, walaupun kamu sendiri tau bagaimana kondisi kita, tapi kamu juga harus berusaha bagaimana bisa membantu bapak memenuhi kebutuhanmu disana. Kedua, kamu akan bapak kursuskan mesin atau listrik agar kamu punya keahlian dan kamu bisa dapat kerja dengan mudah, atau yang ketiga bapak akan minta bantuan bos bapak untuk bisa mempekerjakanmu di kantor dinasnya,” ucap Agus menirukan kata-kata ayahnya saat itu.
Perasaan bingung semakin memuncak tatkala mendengar pendaftaran ke seluruh Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia melalui jalur Undangan telah dibuka, setiap orang di sekolah pasti membicarakan hal ini, setiap orang saling bertanya satu sama lain. Kamu mau daftar ke universitas apa?  Mau pilih jurusan apa? Mau yang di Jawa atau yang di Sumatera aja? Pertanyaan-pertanyaan yang hampir setiap hari ia jumpai setiap berpapasan dengan teman-temannya disekolah, padahal ia sendiri belum tau apakah bisa kuliah atau tidak.
“Aku teringat saat aku masih di Sekolah Dasar dulu, aku memang seorang anak yang penakut dan tidak mau bermimpi, padahal aku memiliki potensi yang besar. Suatu waktu saat kami sedang bercerita tentang masa depan kami bersama sahabat-sahabatku dulu di Sekolah Dasar, aku satu-satunya orang yang mengatakan tidak akan kuliah karena masalah biaya. Dahulu aku memang orang yang penakut, untuk menginginkan sesuatu saja aku tidak berani karna aku takut tidak akan tercapai, namun selama aku di Sekolah Menengah Atas, aku mendapatkan sahabat yang senantiasa saling mendukung satu sama lain tak peduli bagaimana keadaannya sehingga aku menjadi bersemangat untuk mengambil langkah baru untuk lanjut ke Perguruan Tinggi,” kisahnya saat teringat masa kecilnya.
Semangat yang ia dapat saat di masa Sekolah Menengah Atas membuatnya berubah haluan, ia semakin bersemangat untuk menjadi seseorang yang sukses. Ia berpikir bahwa satu-satunya yang dapat membebaskan keluarganya dari keadaan ini adalah dirinya, yakni bagaimana ia bisa menjadi orang yang sukses agar ia bisa mengangkat perekonomian keluarganya menjadi lebih baik, walaupun dulu tak pernah terlintas dipikirannya bagaimana cara mengangkat perekonomian keluarganya namun sekarang dengan tekad dan potensi yang ia punya ia yakin dapat menjadi seseorang yang sukses, dan ia tahu betul untuk mewujudkan itu semua ia harus melanjutkan kuliah.
Di atas api semangatnya yang mulai berkobar ternyata muncul awan-awan harapan yang membuatnya semakin yakin untuk memilih melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, salah satunya adalah dibukanya pendaftaran beasiswa BIDIKMISI untuk melanjut ke Perguruan Tinggi, dan beasiswa ini juga lebih dikhususkan bagi calon mahasiswa yang tidak mampu.
Dari berita itu ia langsung membicarakan tentang pilihan bapak setelah selesai SMA, maka ia memilih untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan alasan ia akan berusaha mendapatkan beasiswa BIDIKMISI yang telah ia dengar pengumumannya itu untuk calon-calon mahasiwa yang kurang mampu, agar bapak tidak terlalu berat memikirkan biaya selama kuliah disana.
Akhirnya dengan mantap ia memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Namun hal yang membuatnya dilema kembali datang. Jurusan apa yang harus ia pilih dan di Universitas apa ia harus ambil? Pertanyaan yang memang membuat banyak orang akhinya menjadi dilema. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan untuk memutuskan keputusan ini, karna dengan ini ia akan menjalani kehidupannya selama kurang lebih 4 tahun kedepan untuk menyelesaikan studi Strata 1. Dan paling tidak juga akan menjadi masa depannya  kelak, karna dengan apa yang telah ia pelajari saat ini akan menjadi dasar menjalani profesinya kedepan. Meskipun tak selamanya apa yg ia pelajari dikuliahan harus sesuai dengan pekerjaan yang akan ia pilih nantinya.
Di akhir keputusannya ia memilih untuk memasukkan jurusan Agroekoteknologi USU sebagai pilihan pertama dan Ilmu Perpustakaan USU sebagai pilihan keduanya, dengan pertimbangan bahwa ia memang lebih menonjol pada bidang Biologi dari pada mata pelajaran lain semasa di SMA dulu, dan Ilmu Perpustakaan sebagai ajang coba-coba saja.
Seperti ingin meminta-minta, ibadah yang tak pernah ia lakukan semasa hidup, saat itu bisa dia lakukan. Sholat Tahajud, Dhuha, dan lebih rajin beribadah wajib dilakoni demi meraih ridho Allah agar diberikan keputusan yang terbaik.
Di atas Arasy-Nya ternyata Ia telah menggoreskan nasib untuk lulus di jurusan pilihan pertama, yakni Agroekoteknologi USU.
“Rasanya senang, bangga, sekaligus tidak menyangka bahwa Allah benar-benar mengijabah doaku, tapi aku yakin ini semua juga karna ridho dari orang tua yang mendoakan aku disetiap sholat-sholat mereka. Dan ada hal yang aku kira menjadi hal yang tak kusangka, ternyata saat itu orang satu desa memberikan ucapan selamat bagiku sekaligus memberikan motivasi yang menurut mereka sangat perlu, karna didesa mungkin masih sangat sedikit yang bisa lulus di Universitas Negeri yang sangat bergengsi di Sumatera Utara. Dan itu membuatku semakin semangat untuk menjalani hari-hari di perkuliahan”. Ungkapnya saat ditanya bagaimana rasanya lulus di USU.
Dengan timbunan semangat yang ia dapat dari berbagai sumber motivasi yang menghampiri, ia langkahkan kaki untuk meninggalkan desa dan tinggal di Medan untuk sementara waktu hingga kuliahnya selesai, dan disana ternyata banyak sekali ilmu yang didapat, yang selama ini tak pernah ia dapatkan saat ia masih di kampung, baik dari mata kuliah yang diajarkan maupun dari pergaulan selama di Medan.
Waktu demi waktu berlalu semakin menuju ujung dengan beban untuk menjadi seorang Sarjana yang  masih ia pikul sebagai harapan besar orang tua dan masyarakat yang berharap banyak padanya untuk kembali dan membangun kampungnya. Disaat itu ia merenungkan sejenak akan dirinya saat itu, namun ia belum menemukan apa yang menjadi tuntutan para penanti sang Sarjana untuk bisa membangun desa menjadi lebih baik, sehingga ia merasa dirinya perlu untuk mengeksplor lebih dalam lagi potensi dirinya yang masih belum tergali.
Menyadari hal itu ia berusaha untuk melakukan hal – hal terbaik dari dirinya untuk menghasilkan karya terbaik yang pernah ada, namun ternyata tak segampang membalikkan telapak tangan, menumbuhkan kemauan diri sendirilah yang menjadi masalah terbesar dalam mentransformasikan dirinya saat itu, sehingga perlu cara lain agar perubahan ini berhasil ia lakukan.
Seakan Allah telah menyusunkan tangga-tangga menuju kesuksesan padanya. Sebuah Beasiswa Pembinaan hadir dan melakukan recruitment untuk angkatan pertama di USU. Rumah Kepemimpinan Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis Regional 6 Medan atau biasa disingkat RK PPSDMS R6 Medan. Salah satu Program Beasiswa yang tak hanya memberikan uang saku kepada penerimanya namun juga melakukan pembinaan kepada para penerimanya untuk membentuk SDM yang Strategis dengan 4 jati diri: Muslim Produktif, Aktifis Pergerakan, Mahasiswa Berprestasi, dan memiliki rasa Kekeluargaan dan Kebersamaan, membentuknya menjadi pribadi yang memiliki pemahaman secara konfrehensif.
Menjadi bagian dari RK PPSDMS merupakan sebuah anugerah besar yang diberikan oleh Allah bagi dirinya, menjadi bagian dari RK PPSDMS berarti berani menjadi sosok perubahan, dan menjadi bagian dari RK PPSDMS berarti ikut andil dalam menata kembali negara ini menjadi negara yang lebih baik dan bermartabat serta selalu mendapatkan kebaikan dari Allah pencipta Alam semesta
Sejak bergabung bersama PPSDMS ia mulai merasa perubahan dalam diri menuju hal yang lebih baik mulai terbangun, mencoba memperluas kapasitas diri, menjadikan setiap waktu sebagai bagian yang berharga, dan melakuakan segala hal dengan penuh rasa tanggungjawab.
RK PPSDMS telah menjadi rumah kedua baginya untuk membentuk karakter seorang insan yang bertawakal namun tetap prestatif, dan ia percaya bahwa iniadalah takdir Allah yang telah digariskan sebagai proses baginya untuk mencapai kesuksesan itu, karna Allah sudah menyebarkan benih kesuksesan, dalam tempat dan waktu yang tepat ketika suatu saat kita akan membutuhkan, kesuksesan hidup dalam diri kita menunggu untuk Bersemi, Tumbuh dan Berbunga.

Kategori

Subscribe Us On youtube

Follow Us On fan Fage Facebook

Kategori

Follow Us On Instagram

View this post on Instagram

[Pedoman KIP Kuliah 2020] -----------------------* INFO PENTING * -------------------------- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan pendaftaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah sudah dibuka pada 2 Maret hingga 31 Oktober 2020. Catat dan ingat tanggalnya. Bagi kamu lulusan SMA/SMK/MA/sederajat baik tahun 2020,2019 ataupun 2018, > Baca langsung pedoman KIP KULIAH dibawah ini, sebagai landasan dalam pendaftaran KIP KULIAH tahun 2020 : https://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/panduan > segera daftarkan dirimu pada laman berikut : https://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/ Sumber: kip-kuliah.kemdikbud.go.id . . . @gamadiksiusu @Permadanidiksinasional @Kemdikbud.ri -------------------- -------------------- Akun Resmi UKM Keluarga Mahasiswa Bidikmisi Universitas Sumatera Utara Periode 2020-2021 Dikelola oleh Divisi Komunikasi dan Informasi GAMADIKSI USU -------------------- UKM GAMADIKSI USU 2020-2021 Ketua Umum : Martinus Putra Antara Sipangkar Sekretaris Umum : Putri Aqila -------------------- Facebook : GAMADIKSI USU Instagram : @gamadiksiusu Email : gamadiksiusu2019@gmail.com Youtube : gamadiksi USU Narahubung Martin : 082276713576 (WA) Waska : 082167570787 (WA) -------------------- #kominfo #gamadiksiusu #bersamabisaluarbiasa #pengurusbarugamadiksiusu #bidikmisi#kipkuliah #alumnibidikmisi#kip #MerdekaBelajar #SNMPTN2020 #KIPKULIAH #Perguruantinggi #SahabatKIP #KIPKULIAH #InfoKIP #CalonMahasiswa #Sma #Smk #Ma #Bidikmisi

A post shared by GAMADIKSI USU (@gamadiksiusu) on